STOP PERCERAIAN! Umi Rahayu Fitriyanah 0900728 Kelas PPB A 2009

Perceraian dalam pandangan islam adalah sesuatu yang dihalalkan tapi amat dibenci Allah, namun perceraian di era modern ini bukanlah satu hal yang aneh. Bahkan perceraian di era modern ini bisa dikatakan sebagai tren yang banyak digemari. Dari orang-oranga yang berada di taraf ekonomi bawah, sedang, hingga atas. Hal yang begitu memprihatinkan adalah perceraian di kalangan selebritis, yang sudah tidak dapat lagi dikatakan berada di tingkat rendah. Bagi orang dewasa adalah hal yang mudah untuk mengerti dan menerima bahwa pernikahan tidaklah selamanya berjalan mulus bahkan hingga terjadi perceraian. Namun akan berbeda ceritanya jika pada anak. Anak tidak akan mudah mengerti dan menerima perceraian. Apapun juga perpisahan adalah hal yang menyedihkan. Apalagi perceraian adalah hal yang akan menimbulkan kesedihan bagi pihak yang ditinggalkan apalagi bagi pihak yang merasa dikhianati.Pengaturan mengenai perceraian secara umum terdapat dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagi pemeluk agama Islam hal ini diatur pula dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perceraian adalah satu satu bentuk dari sebab putusnya perkawinan (Pasal 38 ayat (1) UU No.1 tahun 1974). Perkawinan sendiri dapat putus karena kematian, perceraian dan berdasarkan keputusan Pengadilan. Salah satu hal penting yang menjadi perhatian disini adalah perceraian harus didasarkan pada alas an yang cukup, bahwa suami istri tersebut sudah tidak lagi memiliki kecocokan dalam rumah tangga dan tidak akan dapat hidup rukun dan damai sebagai suami istri.
Perceraian yang mengakibatkan putusnya perkawinan memiliki konsekuensi atau akibat secara hukum (Pasal 41 UU Perkawinan) diantaranya yaitu, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Jika terdapat perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, maka diselesaikan melalui putusan pengadilan.

Dampak Perceraian terhadap Ekonomi, Psikolgi dan Fisik Anak
Dengan adanya perceraian tentu akan memberikan dampak pada psikologi anak. Anak adalah pihak yang sangat menderita akibat adanya perceraian tersebut. Diantaranya emosi anak hasil perceraian orang tuanya emosinya akan labil, berprilaku menyimpang, menurunnya prestasi dan motivasi belajar anak, bahkan anak hasi perceraian orang tuanya akan terasingkan atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial dan pergaulan, serta adanya trauma dalam diri anak.
Perceraian mungkin adalah jalan yang terbaik bagi suami istri yang sudah tidak dapat menemui jalan keluar untuk permasalan mereka. Tapi ternyata perlu diketahui bahwa perceraian akan memberikan dampak yang berkepanjangan pada anak, diantaranya adalah seorang anak hasil perceraian orang tuanya, akan hidup menderita. Misalnya saja dari segi ekonomi, anak yang orang tuanya bercerai dan sudah tidak mau lagi bertanggung jawab atas kebutuhan mereka, maka selanjutnya hidup mereka akan lengkap dengan kekurangan dalam segi materi.
Anak-anak hasil perceraian orang tuanya akan memberikan reaksi yang berbeda-beda. Namun perlu digaris bawahi bahwa sekalipun perceraian dapat dilakukan secara baik-baik (jalan damai), tapi tetap saja akan menimbulkan masalah bagi anak-anak yang orang tuanya bercerai.
Dampak emosional bagi anak hasil perceraian orang tuanya tidaklah sedikit. Pada umumnya anak akan dilanda perasaan-perasaan kehilangan, yaitu kehilangan salah satu anggota keluarga mereka baik ayah atupun ibu mereka, selanjutnya seorang anak akan dilanda perasaan marah, kecewa, kurang percaya diri dan benci yang amat sangat terhadap orang tuanya yang dia anggap bersalah ataupun terhadap dirinya sendiri. Karena perlu diketahui bahwa anak yang orang tuanya bercerai bisa jadi menganggap diri mereka sebagai penyebab perceraian tersebut, dan akhirnya sang anak akan sangat membenci dirinya sendiri. Selain itu dampak negatif yang akan muncul akibat perceraian adalah anak akan menjadi seorang pembangkang, menjadi tidak sabaran bahkan impulsif dll.
Apalagi jika sesudah proses perceraian terjadi perebutan hak asuh anak. Dan ketika anak diputuskan untuk diasuh oleh ibunya atau oleh ayahnya, maka dia akan merasa menjadi biang keladi perebutan itu. Dampak lainnya adalah anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya akan menjdi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, bahkan mungkin anak terlihat tidak terpengaruh oleh perceraian orang tuanya.
Richard Bugeiski dan Anthony M. Graziano (1980) menyatakan bahwa dua tahun pertama setelah terjadinya perceraian merupakan masa-masa yang
amat sulit bagi anak-anak. Mereka biasanya kehilangan minat untuk
pergi dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, bersikap bermusuhan,
agresif depresi, dan dalam beberapa kasus ada yang bunuh diri.
Bukan hanya dari segi ekonomi dan psikologi saja penderitaan anak hasil perceraian orang tuanya. Biasanya anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya akan menghadapi gejala-gejala fisik juga, sebagian kecilnya saja seorang anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya akan mengalami gejala-gejala insomnia (susah tidur), atau ada anak yang kehilangan nafsu makannya sehingga tubuh mereka seperti tulang yang dibungkus oleh kulit saja, bahkan ada anak yang menderita penyakit kulit.
Selain itu, ada beberapa kasus lain bahwa seorang anak yang orang tuanya bercerai akan takut terhadap laki-laki (bagi anak perempuan) yang akan mengakibatkan dia takut untuk menikah, karena dia takut akan mengalami hal yang sama seperti orang tuanya, yaitu kegagalan dalam pernikahan yang berakhir dengan perceraian. Bahkan ada beberapa kasus anak hasl perceraian orang tuanya pada saat dewasa dia akan membenci pria atau wanita, karena dia beranggapan bahwa pria atau wanita sama seperti ayah atau ibunya yang telah menghancurkan keluarganya.
Sugar, Westman & Kalter dalam Yusuf (:44) menyatakan : “ Remaja yang orang tuanya bercerai cenderung menunjukkan cirri-ciri : a). berperilaku nakal, b). mengalami depresi, c). melakukan hubungan seksual secara aktif, dan d). kecenderungan terhadap obat-obatan terlarang”.

Solusi untuk Dampak Percerian terhadap Anak
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dididik untuk menjadi individu yang berakhlak mulia dan berpandangan baik terhadap masa depannya, serta mampu untuk mengemban amanah nenek moyangnya yaitu mengisi kemerdekaan. Maka amat memprihatinkan jika generasi yang menjadi harapan penerus bangsa, harus menjadi generasi yang tidak bermoral bahkan merusak Negara hanya karena perceraian orang tuanya.
Maka hendaklah orang tua yang bercerai bertanggung jawab atas perceraian mereka. Bentuk tanggung jawab orang tua yang memutuskan untuk bercerai tidak hanya dari segi materi, namun sesunnguhnya anak lebih membutuhkan tanggung jawab orang tua untuk psikolgi mereka.
Sebenarnya bukan hal yang mudah untuk membantu anak yang mengalami masalah-masalah akibat perceraian orang tuanya, apa lagi bantuan untuk kejiwaan mereka.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang hendak bercerai untuk meminimalisasi dampak yang terjadi pada anak pasca perceraian, yaitu :
 Sampaikan Secara Baik-Baik
Anak akan mengingat ketika orang tua mereka memberitahukan perihal perceraian mereka. Dan hal ini akan diingat oleh anak dalam jangka waktu yang panjang, karena perceraian merupakan hal yang menyedihkan dan akan mengguncang mental anak. Hendaknya pasangan suami istri yang kan bercerai mengatakan pada anak mereka, bahwa hal ini merupakan jalan yang terbaik untuk suami istri tersebut ataupun untuk sang anak.
 Jangan Saling Menjelekkan
Hal yang menjadi masalah pada anak-anak korban perceraian adalah mereka selalu menduga-duga tentang kepastian mendapat perhatian dari orang tua. Maka dari itu sesulit apapun pasangan, pasangan suami istri yang hendak bercerai jangan saling menceritakan kejelekan masins-masing.
 Masa Transisi
Kondisi yang paling menegangkan bagi anak adalah ketika dia pergi meninggalkan orang tua yang satu ke orang tua yang lain. Hal ini disebabkan karena anak merasakan ketegangan di antara kedua orang tuanya. Atasi kondisi ini dengan memberi penguatan positif bahwa pasangan orang tua yang akan bercerai tersebut mencintai mereka, dan sangat ingin mereka menikmati suasana yang gembira ketika berada bersama sang suami ataupun sang istri.
 Tenggang Rasa
Umumnya pasangan suami istri yang hendak bercerai beranggapan bahwa peraturan yang dibuat ketika sang anak berada dengan sang ibu, haruslah sama dengan peraturan ketika anak sedang berada bersama sang ayah. Sebenarnya hal seperti ini tidak perlu dilakukan, karena anak terkecilpun akan mengetahui bahwa ayah dan ibunya berbeda, demikian pula dengan aturan ketika dia berada dengan ayahnya ataupun dengan ibunya.
 Kepentingan Bersama
Jika sang ibu ataupun sang ayah adalah orang tua yang mendapatkan mandat perwalian anak, pastikan bahwa mantan pasangan tahu bahwa dia sangat menginginkan keterlibatannya dalam kehidupan anak. Hal ini akan membuat mantan pasangan merasa lebih nyaman ketika ia akan bertemu dengan anak.
 Menikmati Hubungan Baru
Sekalipun semula tidak terpikirkan, sebaiknya sejak awal dipahami bahwa sang istri ataupun pasangan memiliki kemungkinan menjalin hubungan baru. Pastikan pasangan suami istri yang hendak bercerai siap menghadapi situasi ini.

Cara Mencegah Perceraian
Untuk meminimalisir terjadinya perceraian ada beberapa cara atau langkah yang dapat dilakukan oleh sumi dan istri.
a). Mencari sumber penyebab terjadinya pertengkaran
Sebelum memutuskan untuk bercerai, hendaknya suami dan istri yang sedang bertengkar mencari tahu apa yang menyebabkan suami istri itu bertengkar.
b). Interopeksi Diri
Setelah suami istri tadi mencari sunber penyebab dari pertengkaran diantara mereka, meka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah introprksi diri, karena dengan intropeksi diri, suami istri tersebut tidak akan lagi saling melemparkan kesalahan antara yang astu dengan yang lain.
c). Jangan memperbesar masalah
Memperbesar masalah tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada, bahkan bisa jadi dengan memperbesar masalah maka pertengkaran diantara suami istri akan bertambah besar pula, dan akhirnya peluang terjadinya perceraian semakin besar.
d). Pisah sementara waktu
Ada baiknya ketika sedang terjadi pertengkaran antara suami istri, mereka berpisah untuk sementara waktu. Ini dilakukan untuk menenangkan diri suami istri yang sedang dalam pertengkaran, dan juga untuk memikirkan keputusan apa yang sebaiknya mereka tempuh.
e). Tetap melakukan komunikasi
Biasanya orang yang sedang dalam pertengkaran enggan untuk melakukan komunikasi antar satu sama lain. Maka dalam hal ini, suami istri yang sedang bertengkar dianjurkan untuk tetap melakukan komunikasi antara satu dengan yang lain.
f). Libatkan keluarga
Jika sudah menemukan jalan buntu, maka tdak ada salahnya pasangan suami istri yang sedang bertengkar melibatkan keluarga untuk membantu mencari solusi atau pemecahan masalah, karena tidak menutup kemungkinan dengan adanya mediator (keluarga) dapat melunakkan hati pasangan suami istri yang sedang bertengkar tersebut.
g). Cari teman curhat
Mencari teman curhat juga dapat dijadikan sebuah alternatif untuk menghindari perceraian, karena dengan adanya teman curhat, maka pihak yang sedang bermasalah tidak akan stres dan selanjutnya mereka akan lebih mudah untuk mengambil keputusan.
h). Ingat Anak
Dengan adanya perceraian tentu anak adalah individu yang akan mendapat dampak perceraian tersebut. Maka dengan ingat kepada anak, pasangan suami istri yang memutuskan mengakhiri pernikahan mereka, akan menimbang kembali keputusan mereka untuk bercerai.
i). Singkirkan ego dan perbanyaklah berdo’a
Perceraian terjadi karena antara pasangan suami istri sudah mementingkan ego mereka dari pada kepentingan bersama. Dan salah satu langkah untuk menghindari perceraian adalah dengan menyingkirkan ego mereka. Kemudian memperbanyak berdo’a juga akan memberikan banyak dampak positif, diantaranya pasangan suami istri yang sudah berada diambang perceraian akan mendapatkan hidayah dan ketenangan hati, sehingga tidak menutup kemungkinan mereka akan membatalkan perceraian mereka.
j). Membuka lembaran Baru
Membuka lembaran baru bukan hanya untuk pasangan suami istri yang baru saja menikah, namun ketika suami istri sudah mengambil keputusan untuk membatalkan perceraian mereka, maka membuka lembaran barupun merupakan langkah untuk menghindari terjadinya perceraian. Membuka lembaran baru dengan saling mengingatkan dan memperbaiki kekurangan yang ada.

Kesimpulan
Perceraian merupakan jalan terakhir yang harus dipilih oleh pasangan suami istri yang sedang menghadapi masalah. Sebisa mungkin hendaknya pasangan suami istri yang bermasalah berupaya untuk menyelesaikan permasalahan mereka dengan jalan baik-baik. Hal ini dilakukan karena akan terjadi banyak dampak dan perubahan kehidupan bagi pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pasangan yang hendak bercerai tersebut. Terutama bagi anak yang orang tuanya bercerai. Selain itu secara disadari atau tidak perceraian akan memberikan dampak yang terus menyambung terhadap perkembangan anak-anak, maupun generasi setelahnya dan setusnya.

REFERENSI

Nazwa30, Alfia. 2008. ”Dampak Perceraian Bagi Anak”. [online]. Tersedia :
http://3gplus.wordpress.com/2008/02/21/dampak-perceraian-bagi-anak/
Reno. 2009. “Dampak Perceraian Bagi Anak”. [online]. Tersedia :
http://bundazone.com
Yusran. 2008. “Hal Perceraian”. [online]. Tersedia :
http://ysranandpartner.wordpress.com/2008/04/22/hal-perceraian/
Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Faktor-Faktor Penyebab Perceraian
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian. Ada faktor dari dalam rumah tangga itu sendiri, ada juga faktor yang menyebabkan perceraian namun dari luar rumah tangga, diantaranya adalah : adanya permasalahan yang tidak dapat lagi dipecahkan bersama, adanya ketidak puasan antara suami istri yang mencakup ketidakpuasan ekonomi ataupun biologis masing-masing, kurangnya komunikasi antar keduanya yang dapat disebabkan oleh kesibukan masing–masing ataupun disatu pihaknya saja, dapat pula disebabkan adanya pihak ketiga (perselingkuhan), adanya krisis kepercayaan, selain itu bisa jadi penyebab perceraian adalah adanya kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pasal-Pasal Perceraian

Leave a comment